Cabe Sebagai Tanaman Pendamping Atau Selingan

Berkebun secara tumpang sari sudah usang dikenal masyarakat Idonesia, tujuan bersama-sama hanyalah optimalisasi lahan perkebunan. Tumpang sari ini sering diterapkan pada perkebunan kopi, cokelat(kakao), jeruk dan sawit. Jenis cabai yang sanggup dijadikan tumbuhan selingan pada sistem tumpang sari sangat bergantung pada jenis tumbuhan utama pada perkebunan tersebut.

Cabe merah keriting (lombok) membutuhkan banyak siraman cahaya matahari dalam pertumbuhannya (masa vegetatif). Oleh itu, cabai merah tidak akan optimal kalau dikombinasikan dengan tanama karet (kebun rambung), bahkan dengan kebun jetuk sekalipun cabai mereh kurang baik produksinya.

Berbeda halnya dengan cabai rawit, sanggup tumbuh dan berproduksi pada perkebunan sawit sekalipun. Oleh sebab itu, jila kita ingin melakukan tumpang sari pada perkebunan sebaiknya memiloh cabai rawit sebagai tumbuhan selingan.

Harga cabai rawit terkadang jauh lebih murah daripada cabai merah keriting, tetapi biaya produksi cabai rawit juga jauh lebih kecil. menanam cebe merah keriting butuh bayak biaya, mulai dari persiapan lahan, pupuk dasar, pemasangan mulsa dan lain sebagainya sanggup mencapai 1/2 total biaya produksi bahkan lebih.

Kebanyakan petani kita enggan membudidayakan rawit sebab kesudahannya lebih kecil daripada cabai merah keriting ini. Mereka jarang sekali menganalogikan perbandingan biaya produksi dan hasil. Jika dianalisa budidaya rawit dan lombok maka akan didapat hasil keuntungan rugi yang tak jauh berbeda pada skala budidaya yang sama.

Di sini penulis bukan melarang pembaca menimbulkan cabai merah keriting sebagai tumbuhan pendamping pada lahan perkebunan, tapi jauh menurut prngamatan di lapangan terbukti bahwa produksi cabai merah keriting sangat tidak maksimal kalau ditanam di bawah naungan pohon kopi, jeruk, kakao apalagi karet.  Semoga bermanfaat.